Profil Penerima Penghargaan
Saut Poltak Tambunan
Provinsi DKI Jakarta
Indonesia
 
                    Saut Poltak Tambunan (SPT), lahir 28 Agustus 1952 di Balige, tepi Danau Toba. Mantan Pegawai Negeri Sipil (Departemen Keuangan) ini aktif menulis dan konsisten sejak tahun 1973. SPT pernah menjadi wartawan, dosen, kolumnis ‘perilaku konsumen’ dan editor tamu di majalah dan penerbitan buku. SPT sudah menulis lebih dari 60 buku yang terdiri atas novel, cerita pendek, puisi, serta modul pelatihan menulis  kreatif. Beliau juga menulis naskah drama dan skenario film.  Sebagian novelnya sukses diangkat ke layar lebar (film) dan sinetron. SPT mengemas sebagian dari cerpennya ke dalam 7 kumpulan cerita pendek, yaitu Rinai Cinta Seorang Sahabat (1983), Lanteung (2004),  Jangan Pergi, Jonggi (2005), Sengkarut Meja Makan (2011), Mangongkal Holi (2012),  Don’t Go Jonggi  (2013), dan Toektak Mandoeda Eme (2018). Dua buku puisinya bilingual (Batak–Indonesia), yaitu Masih Meski Bukan yang Dulu  (2013) dan Natua-tua Parsaong Ulos Mangiring (2019). Sinyalemen Kemendikbud tahun 2011 tentang ancaman kepunahan sebagian besar bahasa daerah, menggerakkan SPT sebagai penulis/pengarang berbahasa Indonesia untuk berbelok ke jalan sunyi, merintis penulisan sastra modern berbahasa Batak (Toba). Ini adalah terobosan baru (manastas nambur, bahasa Batak) sebab selama ini belum terdengar adanya sastra modern berbahasa Batak, khususnya Batak Toba. SPT memulai penulisan cerpen dalam bahasa ibu (mother tongue), bahasa Batak (Toba). Tema-tema yang dipilih berbasis kearifan lokal (local genius) dengan latar lokasi dan suasana kampung tanah Batak. Bulan Oktober 2012, SPT hadir di Festival Ubud Writers & Readers (UWRF) sebagai kurator. Justru di tengah festival internasional inilah SPT menyatakan tekadnya untuk fokus melestarikan bahasa daerah Batak melalui sastra modern.  Tak ada penerbit yang berminat menerbitkan sastra berbahasa Batak sehingga SPT mendirikan penerbit Selasar Pena Talenta.  Melalui penerbit inilah, SPT mengawali perjuangannya untuk menerbitkan buku-buku berbahasa Batak. Kumpulan cerpen berbahasa Batak (Toba) dengan judul Mangongkal HOLI (Februari 2012), novel anak-anak Mandera Na Metmet (Maret 2012), disusul dengan novel Si Tumoing (2013). Hingga tahun 2020 ini, SPT sudah menulis 10 buku sastra modern berbahasa Batak, novel, cerpen, dan puisi (selain 3 antologi cerpen berbahasa Batak bersama penulis lain).  SPT mendirikan komunitas flash fiction Tortor Sangombas di facebook pada Agustus 2012 yang mengharuskan semua anggotanya menulis dalam bahasa Batak. Komunitas ini menerima penghargaan Rancage 2017 sebagai komunitas yang berhasil memotivasi dan membina para  penulis baru berbahasa Batak. Hingga Oktober 2020, SPT telah menerbitkan 18 buku berbahasa Batak (10 di antaranya adalah karangan SPT sendiri). SPT juga berhasil mendapuk pengarang baru dan mengantar beberapa di antaranya untuk mendapatkan penghargaan sastra Rancage, temasuk Sukirman (Bupati Serdang Bedagai), penerima penghargaan khusus Rancage 2017 sebagai penulis yang berkarya dalam bahasa Batak yang bukan bahasa ibunya, Jawa. SPT meraih penghargaan Rancage tahun 2015 dan 2017. Sampai tahun 2019, sastra Batak telah meraih 8 penghargaan Rancage. SPT juga menggagas dan menerbitkan dua antologi cerita pendek (Embas Sian Dakdanak dan Serser Sauduran) karya para penulis baru yang dibinanya. 
